So Far, Karya Ini Masih Jadi Puisi Favorit yang Pernah Saya Baca!

Ilustrasi Seorang Pria Membaca Buku Puisi
Sekali Seumur Hidup, Wajib Banget Baca Puisi Satu Ini!

Ini puisi favorit yang saya maksud:

How Did You Die? 

by Edmund Vance Cooke

 

Did you tackle that trouble that came your way

With a resolute heart and cheerful?

Or hide your face from the light of day

With a craven soul and fearful?

Oh, a trouble’s a ton, or a trouble’s an ounce,

Or a trouble is what you make it,

And it isn’t the fact that you’re hurt that counts,

But only how did you take it?

 

You are beaten to earth? Well, well, what’s that?

Come up with a smiling face.

It’s nothing against you to fall down flat,

But to lie there — that’s disgrace.

The harder you’re thrown, why the higher you bounce;

Be proud of your blackened eye!

It isn’t the fact that you’re licked that counts,

It’s how did you fight —  and why?

 

And though you be done to the death, what then?

If you battled the best you could,

If you played your part in the world of men,

Why, the Critic will call it good.

Death comes with a crawl, or comes with a pounce,

And whether he’s slow or spry,

It isn’t the fact that you’re dead that counts,

But only how did you die?

Meskipun puisi tersebut saya temukan di tahun 2023, tapi sajak-sajak dari Edmund Vance Cooke ini terus bersemayam menjadi puisi favorit untuk jiwa saya.

Puisi yang Bernyanyi

Puisi berjudul “How Did You Die?” adalah perwujudan sebenarnya dari Puisi yang Bernyanyi Sekaligus Berarti untuk Pembacanya. Yang saya maksudkan bernyanyi adalah karena tiap lariknya berirama dan menyenangkan ketika dibaca. Dengan menggunakan irama A-B-A-B, hadir harmoni yang dinamis dalam pelafalannya. Coba deh baca!

 

Did you tackle that trouble that came your way 

With a resolute heart and cheerful

Or hide your face from the light of day 

With a craven soul and fearful? 

 

Pola yang sama akan berulang terus sampai larik terakhir di bait ketiga.

 

Selain dari pola iramanya, faktor lain yang berpengaruh pada keindahan sajak ketika dibaca adalah pada pola penutup bait. Edmund menutup tiap baitnya dengan larik pertanyaan. Membuat siapapun yang membacanya menaikkan/mengayunkan nada di akhir lariknya, sebagaimana kita mengajukan tanya. 

 

Hal ini tentu berbeda bila larik yang kita baca hanya berupa pernyataan, yang akan terbaca datar.

 

And it isn’t the fact that you’re hurt that counts,

But only how did you take it?

 

It isn’t the fact that you’re licked that counts,

It’s how did you fight —  and why?

 

It isn’t the fact that you’re dead that counts,

But only how did you die?

Puisi yang Berarti

Puisi ini punya arti yang luar biasa bagi hidup saya. Karena saya temukan di fase hidup yang sedang berat-beratnya. Seperti cahaya dan penolong yang hadir, begitulah yang saya rasakan saat dipertemukan dengan puisi “How Did You Die”. 

 

Dan tebak, saya menemukannya di mana? Buku puisi? No! Pinterest, hehehe. Random banget gak tuh!

 

Ketika membacanya secara rutin, saya bisa membagi makna puisi ini ke beberapa bagian. Penafsiran ini tentunya versi saya dan (mungkin) akan berbeda di tiap pembacanya.

 

Puisi ini membawa kita ke-3 fase kehidupan. 1) Fase menerima ujian hidup yang datang, 2) Fase bertahan menghadapi ujian hidup, dan 3) Fase akhir melawan ujian hidup. Tiap fase terkandung di tiap baitnya.

1) Fase Menerima Ujian Hidup

Bait pertama berbunyi:

 

Did you tackle that trouble that came your way

With a resolute heart and cheerful?

Or hide your face from the light of day

With a craven soul and fearful?

Oh, a trouble’s a ton, or a trouble’s an ounce,

Or a trouble is what you make it,

And it isn’t the fact that you’re hurt that counts,

But only how did you take it?

 

4 kalimat awal benar-benar menggambarkan bagaimana saya dulu menghadapi masalah. Penyair bertanya,  “Kamu menghadapi masalah yang datang dengan hati yang teguh dan ceria? Atau menyembunyikan wajahmu dari cahaya siang dengan jiwa pengecutmu?

 

Manusia akan sampai pada fase hidupnya yang dipenuhi gelap. Dan akan nyaman pada kegelapan itu. Sehingga membuat mereka tak ingin bertemu cahaya, atau keramaian, atau kehidupan. Mengurung diri jadi pilihan satu-satunya. Cara tersebut kerap dipilih oleh sebagian manusia saat dikuasai masalah yang berat.

 

Selanjutnya, penyair menggambarkan bias manusia dalam melihat masalah/ujian hidup mereka.

 

Oh, a trouble’s a ton, or a trouble’s an ounce,

Or a trouble is what you make it,

 

Masalah itu bisa dipandang berbobot seton atau seons, segunung atau sehelai daun. Namun sebenarnya itu adalah masalah sendiri yang kamu buat. Trouble is what you make it. Dari masalah-masalah yang kita buat sendiri, bebannya pun kita yang menciptakannya.

 

Dan uniknya puisi ini terletak di 2 larik terakhir. Sebenarnya tidak hanya di bait pertama, tapi nanti juga di bait ke-2 dan ke-3. Penyair ingin manusia melihat, merespon, dan melewati masalah hidupnya dengan berfokus pada fakta. Fakta inilah yang akan menyelamatkan kita.

 

And it isn’t the fact that you’re hurt that counts,

But only how did you take it?

 

(Dan bukan fakta bahwa kamu terluka yang penting,)

(Tapi cuma bagaimana kamu menghadapinya?)

2) Fase Bertahan Menghadapi Ujian Hidup

Bait kedua berbunyi:

 

You are beaten to earth? Well, well, what’s that?

Come up with a smiling face.

It’s nothing against you to fall down flat,

But to lie there — that’s disgrace.

The harder you’re thrown, why the higher you bounce;

Be proud of your blackened eye!

It isn’t the fact that you’re licked that counts,

It’s how did you fight —  and why?

 

Pada fase ini, penyair akan menampilkan dampak-dampak yang dihasilkan dari masalah hidup yang sedang menguji manusia.

 

You are beaten to earth?

… against you to fall down flat, 

The harder you’re thrown, 

… your blackened eye!

 

(kamu dipukul sampai ke tanah?)

(melawanmu sampai jatuh terkapar,)

(semakin keras kamu dilempar)

(matamu yang menghitam!”)

 

Begitulah masalah memperlakukan manusia. Menyiksa mereka sampai hilang daya. Tapi, di sinilah saat yang tepat bagi manusia untuk membuktikan derajat mereka. 

 

Mereka yang mampu bertahan dan melawan masalah dengan jiwa yang besar, adalah mereka yang patut berbangga. Seperti apa manusia yang berjiwa besar?

 

You are beaten to earth? Well, well, what’s that?

Come up with a smiling face.

It’s nothing against you to fall down flat,

But to lie there — that’s disgrace.

The harder you’re thrown, why the higher you bounce;

Be proud of your blackened eye!

 

Mereka yang berjiwa besar akan mampu menghadapi tiap masalah tanpa kehilangan senyum di wajahnya. Mereka yang optimis dalam melihat masalah. Mereka yang menolak berbaring menikmati masalah. Mereka yang sadar bahwa semakin kuat tekanan masalah, maka semakin jauh ia memantul ke derajat tinggi. Dan mereka yang bangga dengan babak belur fisik dan jiwanya sepanjang melawan masalah hidup.

 

Penyair menutup bait atau fase kedua dengan merangkum intisari bagian ini.

 

It isn’t the fact that you’re licked that counts,

It’s how did you fight —  and why?

 

Bahwa bukan pukulan dan jilatan masalah yang penting, tapi bagaimana kamu melawannya dan kenapa harus melawannya? Temukan caramu melawan dan alasanmu harus melawan.

3) Fase Akhir Melawan Ujian Hidup

Bait ketiga berbunyi:

 

And though you be done to the death, what then?

If you battled the best you could,

If you played your part in the world of men,

Why, the Critic will call it good.

Death comes with a crawl, or comes with a pounce,

And whether he’s slow or spry,

It isn’t the fact that you’re dead that counts,

But only how did you die?

 

4 kalimat pertama menunjukkan poin bahwa tidak ada kesia-siaan pada hidup mereka yang telah berjuang melawan ujian. Sekalipun mereka mati, nilai perjuangan mereka tak hilang.

 

And though you be done to the death, what then?

Why, the Critic will call it good.

 

Bahkan si pengkritik pun yang bertujuan mencari kesalahan dan kekurangan tetap akan melihat nilai baik dalam diri seseorang yang berjuang melawan ujian hidup.

 

If you battled the best you could,

If you played your part in the world of men,

 

Teruslah berjuang memberikan ikhtiar terbaik karena melawan ujian adalah peran kita di dunia ini. Kita tak bisa menolak peran ini. Yang kita bisa adalah melakukannya. Bertahan melakukannya sampai kematian bermuara.

 

Death comes with a crawl, or comes with a pounce,

And whether he’s slow or spry,

It isn’t the fact that you’re dead that counts,

But only how did you die?

 

Sampai kemudian kematian datang, baik dengan merangkak atau menerkam, perlahan atau tiba-tiba. Namun, bukan itu yang perlu kamu takutkan. Tapi bagaimana kamu akan mati? Mati penuh martabat? Atau serendah-rendahnya derajat?

Jadi, begitulah tafsir saya pada puisi Edmund Vance Cooke berjudul “How Did You Die?” Puisi yang iramanya menenangkan hati bak lagu dan makna dalamnya yang menerangi jiwa bagai nasihat. Karena itulah, puisi ini jadi puisi favorit buat saya. Terhitung sampai detik ini. Entah sampai kapan.

 

Kalau kamu sendiri, apa puisi favorit yang sampai sekarang masih tersimpan di benakmu?

Bagikan Konten Ini

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *